Essays24.com - Term Papers and Free Essays
Search

Harley Davidson-Welcome To Experience Marketing

Essay by   •  December 25, 2010  •  2,932 Words (12 Pages)  •  2,209 Views

Essay Preview: Harley Davidson-Welcome To Experience Marketing

Report this essay
Page 1 of 12

WELCOME TO THE EXPERIENCE MARKETING

Experiental Marketing Pada Perusahaan Harley Davidson

Abstrak:

Pada era yang telah memasuki suatu bentuk pasar yang mulai terbentuk suatu keinginan yang tinggi dan dimana pasar dapat diciptakan dan dibentuk. Membuat para pemasar diharuskan lebih jeli dalam melihat kecenderungan ini. Adanya need yang terselubung yang tidak kasat mata. Hal ini yang harus dapat dibaca oleh para pemasar. Apa yang benar-benar diinginkan pelanggan yang belum tersentuh oleh produk atau merek mereka. Bukan hanya bagaimana cara memakai suatu produk, --tetapi apa nilai-nilai yang didapat? apa yang dirasa? apa yang bisa dibagikan kepada orang lain?--ketika seorang pelanggan berbicara tentang produk tersebut. Harley Davidson merupakan salah satu perusahaan yang menceritakan pengalaman itu disetiap karyawan dan pelanggannya.

Kata kunci: Experiental Marketing, Harley Davidson, Pengalaman, Komunitas.

PENDAHULUAN

Dream society didefinisikan sebagai masyarakat yang membentuk emotional market atau pasar dengan perilaku konsumen yang melulu emosional dan berdasarkan pengalaman. Ini salah satu ciri masyarakat hedonis yang membeli produk berdasarkan gaya hidup, petualangan, cinta dan persahabatan, identitas dir, serta kedamaian dan kepercayaan. Ini juga merupakan indikasi terjadinya transformasi pemasaran ke arah pendekatan yang lebih mengeksploitasi pengalaman konsumen. Impikasinya, sejumlah perusahaan yang cerdas dewasa ini melihat bahwa pengelolaan bisnis tidak bisa lagi mengandalkan bentuk-bentuk pemasaran konvensional semata-mata; bisnis mesti dikelola layaknya mengelola show-biz (bisnis hiburan). (Pine II & Gillmore, 1998).

Experiental Marketing adalah sebuah metodologi pemasaran yang telah dikenal luas. Metodologi ini menggunakan pengalaman yang sesuai dengan Brand/Merk untuk menarik baik itu unsur rasional maupun unsur emosional sebagai pemicu untuk membeli terhadap target pasar.

"Seorang pemasar dikatakan berhasil apabila ia menceritakan cerita yang sesuai dengan pandangan kita, sebuah cerita yang secara intuisi mencakup keseluruhan dari hidup kita." Kata Seth Godin dalam bukunya yang berjudul All Marketers Are Liars.

Pemikiran dasar dari Experiental Marketing adalah berkaitan dengan bias pada otak sebelah kanan karena ini berkaitan dengan memenuhi aspirasi pelanggan yang berhubungan dengan pengalaman yang ingin dirasakan. Kenyamanan dan kenikmatan dalam satu genggaman dan menghindari ketidaknyamanan dan ketidaknikmatan di sisi lain.

Experiental Marketing telah menjadi pendekatan pemasaran yang kini menjadi suatu senjata yang patut dipertimbangkan oleh para pemasar. Menurut suatu studi oleh HPI Research Group, 68% Eksekutif Pemasaran membelanjakan anggarannya untuk Experiental Marketing pada tahun 2005 dibanding pada tahun sebelumnya.

Experiental Marketing juga dideskripsikan sebagai Costumer Experience Marketing karena pada dasarnya adalah mengkomunikasikan inti dari Merk melalui pengalman secara pribadi. Dan lebih lanjut dikatakan oleh Erik Hauser bahwa Experiental adalah sebuah metodologi bukan sebuah medium.

Dengan semakin berkembangnya dan semakin banyaknya pemain yang masuk dalam pasar sehingga alat pemasaran 30 detik dalam saluran televisi membuat para pemasar mencari alternative lain dalam menyampaikan Merk pada pelanggan. Dan Experiental Marketing merupakan pendekatan yang banyak telah diterapkan oleh sebagian besar pemasar. Dalam kurun waktu sepuluh tahun ini, Experiental marketing juga telah menjadi topic utama dalam Merk yang mendunia saat ini. Beberapa merk ternama yang sukses menerapkan Experiental Marketing untuk menjangkau target pasarnya adalah Levi's, Nokia, Harley-Davidson dan VolksWagen.

FOKUS EXPERIENTAL MARKETING

Setiap jenis industri dewasa ini mulai menyadari bahwa mereka harus meninggalkan praktik business yang konfensional dan mulai beralih pada konsep dengan penataan panggung bisnis yang apik, kaya kreativitas, humor, fantasi, dan berbagai aktifitas yang menggelitik naluri konsumen. Semua itu bertujuan menciptakan aneka sensasi yang mampu mengeksploitasi naluri belanja konsumen.

Bern H. Schmitt dan David L. Rogers(2004) menyebut tiga tren transformasi pemasaran yang nampaknya mencolok, yaitu daya periklanan tradisional, konsumen yang semakin well-informed dan independen, serta berkembangnya kutur. Ketiga tren inilah yang mengharuskan para pelaku bisnis mengelola bisnis mereka sebagai panggung pertunjukan, yang memenuhi karateristik : menghibur, melibatkan emosi konsumen, menciptakan komunikasi dua arah, dan menciptakan value bagi bisnis.

Metodologi Experiental Marketing ini focus pada bagaimana menciptakan atau mengubah lingkungan dimana konsumen berinteraksi. Fokusnya adalah bagaimana pelanggan merasakan Sense, Feel, Act dan Relate kepada perusahaan, sebuah Merk, atau Jasa. Disini mereka berusaha untuk menciptakan lingkungan individual pada pelanggan untuk pengexplor dan itulah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu bisnis.

Menurut Joel dalam Artikelnya pada situs Experiental Marketing Forum tanggal 14 Maret 2006, Langkah pertama dalam pemaparan Experiental Marketing adalah menganalisa dunia pelanggan dan menentukan konsep bisnis yang terbaik. Menganalisa Kebutuhan dan Keinginan pelanggan, dan bagaimana hal ini dapat masuk sebagai lifestyle mereka. Langkah kedua adalah mendesain dan menerapkan suatu experience Brand atau produk dan secara berkelanjutan me-review dan memperbaharui konsep tersebut.

"Think Globally, Act Locally," menawarkan sebagai suatu fondasi yang kuat untuk sukses. Setiap daerah, setiap wilayah, setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda dan tingkatan need and want yang berbeda pula akan suatu produk Para pemasar dapat memulai dengan pertanyaan "bagaimana kita dapat menjelaskan arti pengalaman dalam produk kita?" Hal ini secara mengejutkan mampu meningkatkan efektifitas kinerja dan program yang sebelumnya melenceng jauh dari target yang diharapkan.

Daniel Goleman, penulis yang telah memopulerkan emotional intelligence (EI, kecerdasan emosional) beberapa tahun lalu mengatakan, ukuran EI seseorang adalah EQ (emotional quotient), yang sering dipakai sebagai salah satu tolok ukur faktor sukses. Bahkan, kini sering dianggap lebih penting dari IQ (intellectual quotient). IQ umumnya berhubungan dengan kemampuan berpikir kristis dan analitis, dan diasosiasi dengan otak kiri. Sementara itu, EQ lebih banyak berhubungan dengan perasaan dan emosi (otak kanan).

Banyak Produk yang ditawarkan dengan berbagai keunggulan dan spesifik-spesifik yang beragam yang dapat dikaitkan dengan kepandaian,

...

...

Download as:   txt (21.9 Kb)   pdf (234.1 Kb)   docx (18.6 Kb)  
Continue for 11 more pages »
Only available on Essays24.com