Essays24.com - Term Papers and Free Essays
Search

Memerangi Aksi Terorisme Melalui Global War on Terrorism Dalam Signifikansi Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa

Essay by   •  December 27, 2016  •  Research Paper  •  1,125 Words (5 Pages)  •  1,397 Views

Essay Preview: Memerangi Aksi Terorisme Melalui Global War on Terrorism Dalam Signifikansi Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa

Report this essay
Page 1 of 5

Memerangi Aksi Terorisme melalui Global War on Terrorism dalam Signifikansi Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa

Isu terorisme menjadi hal krusial yang diperbincangkan kalangan internasional sejak tahun 2001. Peristiwa yang menimpa Amerika Serikat membawa dampak besar bagi negara-negara tetangga maupun secara individual karena menyangkut keamanan negara dan individu tersendiri (Mack dan Khan, 2004: 95). Dalam menganggapi hal tersebut, Amerika Serikat tidak tinggal diam atas apa yang terjadi pada kegagalan dalam mengamankan negaranya atas aktor non-negara yang melakukan aksi terorisme. Sejumlah upaya dilakukan oleh Amerika Serikat, seperti mencanangkan politik Global War on Terrorism, membawa isu krusial tersebut terhadap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta mempengaruhi pandangan negatif terhadap muslim di Amerika Serikat yang pada kala itu dipandang seluruh individunya ialah bagian dari teroris (Foot, 2007: 490). Upaya-upaya Amerika Serikat tersebut merekah ke dunia internasional dan menyebabkan ketidakstabilan situasi sosial dalam lingkup global. Dalam tulisan ini, penulis memperdalam topik perlawanan terhadap aksi terorisme melalui Global War on Terrorism dan peran penting PBB di dalamnya dengan membahas definisi Global War on Terrorism, peran PBB dalam melawan terorisme, perdebatan atas peran PBB dalam melawan terorisme, efektivitas PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, kebijakan yang diusung PBB dalam menyelesaikan aksi terorisme, dan kendala yang dihadapi PBB dalam menjalankan kontrol atas keamanan internasional.

Preposisi Amerika Serikat dalam menyatakan perang terhadap aksi terorisme secara global atas peristiwa traumatik yang dialaminya menghasilkan pernyataan Global War on Terrorism. Aksi 11 September 2001 yang menimpa Amerika Serikat menyerang World Trade Center (WTC) dan Pentagon, serta beberapa titik tertentu oleh aktor terorisme yang dikenal dengan sebutan Al-Qaeda (Joyner, 2004: 24). Menghadapi situasi tersebut, Global War on Terrorism yang berperan penting dalam memerangi aksi terorisme memiliki definisi atas perang global terhadap aksi terorisme. Amerika Serikat juga melakukan sejumlah upaya dalam memerangi terorisme (Mack dan Kahn, 2004: 95). Hal tersebut terlihat dari adanya kerjasama dengan NATO. Komitmen sekutu Amerika Serikat untuk pertahanan kolektif telah menjadi lebih tegas. Dengan perjanjian dalam Pasal 5 dan dengan keputusan Jepang untuk mengirim pertahanan diri Angkatan ke Samudera Hindia, sekutu telah mengaktualisasikan gagasan pertahanan kolektif dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya (Delpech, 2002: 38). Selain itu, Jerman, dalam membentuk kembali kebijakan yang menyatakan bahwa waktunya telah datang untuk menunjukkan tanggung jawab internasional yang baru dan mengubah komposisi aliansi dan koalisi (Delpech, 2002: 36).

Respon PBB atas aksi terorisme terlihat pada upaya-upaya dalam memerangi isu tersebut, bersama dengan negara di dunia yang memiliki rasa takut akan mengalami ancaman terorisme. Upaya yang dilakukan oleh PBB berupa penerjunan pasukan pengamanan di daerah-daerah yang rawan  akan aksi terorisme. Hal tersebut terlihat dari dibentuknya Dewan Komite Al-Qaeda atau Sanksi Taliban dan Komite Counter-Terrorism (CTC) oleh Dewan Keamanan PBB (Foot, 2007: 490). Pembentukan kedua komite tersebut dikonstitusikan ke dalam Resolusi 1267 dan 1373. Tugas utama dari Komite Resolusi 1267 menargetkan individu, kelompok, usaha atau perusahaan yang terkait dengan Al-Qaeda atau Taliban, atau mereka dikendalikan oleh rekan-rekan mereka. Seiring waktu, CTC meningkatkan sumber dayanya melalui revitalisasi. CTC direvitalisasi oleh Resolusi Dewan Keamanan 1535 Maret 2004 ketika mendirikan Komite Eksekutif Direktorat Anti-Terorisme (CTED). CTED ditugaskan untuk menangani backlog laporan negara dan bertindak sebagai "broker" dengan menempatkan negara dalam menghadapi kesulitan pelaksanaan kontak dengan orang yang mampu menawarkan bantuan (Foot, 2007: 493).

Aksi dan upaya yang dilakukan PBB memberikan makna yang tumpang tindih. Hal tersebut terlihat dari kedua komite, Komite Resolusi 1267 dan CTC, memiliki kelompok ahli yang terkait dengan mereka yang memiliki beberapa otonomi sebagai hasil dari spesialis dan pengetahuan profesional. Selain itu, kedua komite diwajibkan transparan dan mengambil keputusan atas dasar konsensus (Foot, 2007: 494). Ketika Komite Pertama 1267 mulai bekerja pada tahun 1999, sanksi diarahkan hanya pada kuantitas dikenal dari rezim Taliban dan pemerintah hanya diakui oleh tiga negara yang memiliki beberapa aset resmi luar negeri dioperasikan terutama melalui pasar gelap narkotika terlarang, dan dibanjiri dengan senjata, sehingga menghindarkan dampak dari setiap embargo (Luck, 2004: 96). Penggunaan senjata menyebabkan kredibilitas komite dipertanyakan karena melanggar Hak Asasi Manusia yang terbebas dari operasi senjata dan mendapatkan keamanan tiap individunya. Beberapa individu dan kelompok dicari ganti rugi hukum dan memulai proses banding didominasi di sejumlah negara Eropa (Joyner, 2004: 240).

Sebuah dunia baru terbentuk pasca terjadinya rangkaian aksi terorisme di dunia (Delpech, 2002: 39). Semua konflik memiliki satu kualitas yang sama −mereka semua berkontribusi untuk membentuk kembali hubungan internasional, kadang-kadang dengan cara yang dramatis− (Mack dan Kahn, 2004: 100). Konflik ini, yang dimulai untuk menghancurkan al Qaeda dan organisasi teroris lainnya dengan jangkauan global, memungkinkan berakhir untuk membentuk dunia kembali. Prediktabilitas karena itu harus ditingkatkan bila memungkinkan selama konflik ini, terutama di daerah yang memiliki ketegangan yang kuat. Pemerintahan Bush telah bijaksana untuk membantah konsep yang samar-samar dan membahayakan untuk menciptakan perang peradaban, tapi kata-kata tersebut dipandang tidak cukup. Kedua, keamanan Amerika Serikat akan semakin tergantung pada kemampuannya untuk menjaga aliansi hidup, membangun koalisi, dan untuk mempertahankan multilateralisme (Delpech, 2002: 40).

...

...

Download as:   txt (8.3 Kb)   pdf (114.6 Kb)   docx (11 Kb)  
Continue for 4 more pages »
Only available on Essays24.com